BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sungai merupakan suatu bentuk
ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan
berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah sekitarnya.
Oleh karena itu, kondisi suatu sungai sangat berhubungan dengan karakteristik
yang dimiliki oleh lingkungan yang ada di sekitarnya. Sungai sebagai suatu
ekosistem, tersusun dari komponen biotik dan abiotik dan setiap komponen
tersebut membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi sehingga
membentuk suatu aliran energi yang dapat mendukung stabilitas ekosistem
tersebut (Suwondo et al., 2004).
Sungai Brantas
merupakan sungai terpanjang di Jawa Timur, dengan panjang ±320 km dengan daerah
aliran seluas ±12.000 km2, atau lebih kurang seperempat luas wilayah
propinsi Jawa Timur. Sungai Brantas bersumber pada lereng Gunung Arjuna dan
Anjasmara bermuara di selat Madura. Jumlah penduduk di wilayah ini ±14 juta
jiwa (40 % dari penduduk Jawa Timur), dimana sebagian besar bergantung pada
sumberdaya air, yang merupakan sumber utama bagi kebutuhan air baku untuk
konsumsi domestik, irigasi, industri, rekreasi, pembangkit tenaga listrik, dan
lain-lain (Anonymous,1996).
Sumber-sumber
pencemaran air Sungai Brantas antara lain berasal dari limbah industri, limbah
domestik dan air buangan dari saluran irigasi dan drainasi. Pada DAS Brantas
bagian hulu sumber pencemaran yang utama berasal dari limbah domestik (rumah
tangga dan pertanian/alami). Masukan bahan organik ke dalam perairan mempunyai
akibat yang sangat komplek, tidak hanya deoksigenasi dalam air, tetapi dapat
terjadi penambahan padatan tersuspensi, bahan beracun seperti ammonia, sulfida
atau cyanida serta pengaruh terhadap komposisi dan kelimpahan komunitas biologi
dalam hal ini adalah makrobentos. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka
diperlukan kegiatan penelitian tentang tingkat pencemaran dan kualitas perairan
di DAS Brantas bagian hulu. Selanjutnya dari hasil penelitian tersebut
diharapkan dapat dijadikan masukan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan
lingkungan, dalam rangka mengendalikan pencemaran di Sungai Brantas.
1.2 Rumusan masalah
1. Kualitas
fisik dan kimia air yang dikhawatirkan semakin menurun akibat
pembuangan limbah tanpa
pengolahan menjadi dasar penelitian terhadap kualitas fisik-kimia air
sungai Brantas. Sehingga, masalah
pertama yang akan diteliti adalah kualitas fisik-kimia air
sungai Brantas.
2. Faktor-faktor
dominan yang mempengaruhi kualitas sungai brantas
1.3 Tujuan
1. Mengukur
kualitas air secara
fisik-kimia berdasarkan
parameter pH, suhu, kekeruhan, Biochemical Oxygen Demand (BOD), Dissolved xygen (DO),
amonium, dan fosfat.
2. Mengetahui
klasifikasi kondisi kualitas air sungai-sungai di kawasan DAS brantas hulu
3. Mengetahui penanggulangan yang menyangkut masalah
tersebut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pencemaran Air
Salah satu
dampak negatif dari kemajuan
ilmu dan teknologi yang tidak digunakan dengan benar adalah terjadinya
pencemaran. Pencemaran adalah peristiwa masuknya zat, unsur, zat atau
komponen lain yang merugikan ke dalam lingkungan akibat aktivitas manusia atau
proses alami. Segala sesuatu yang menyebabkan pencemaran disebut polutan.
2.2
Konsep Dasar Ekosistem
Odum (1996)
mendefinisikan ekosistem sebagai satuan yang mencakup semua organisme di dalam
suatu daerah yang saling mempengrahui dengan lingkungan fisinya, sehingga arus
eneri mengarah ke struktur makanan, keanekaragaman bioti dan daur-daur bahan
yang jelas di dalam sistem.
Sedangakan menurut
Amsyari (1986), ekosistem diartikan sebagai kesatuan dari daerah tertentu (abiotic community) dimana di dalamnya
tinggal suatu komposisi suatu interaktsi yang harmonis dan stabil, terutama
dalam jalinan bentuk-bentuk sumber energi kehidupan. Suatu kesatuan ekosisitem
senantiasa mengarah kepada keadaan seimbang (equilibrium) yakni bahwa seluruh komponen dalam ekosistem tersebut
berada dalam suatu ikatan-ikatan interaksi yang harmonis yang teratur dan
terus-menerus.
2.3 Air dan Kualitas Air
Air adalah semua air yang terdapat diatas dan dibawah
permukaan tanah, kecuali laut dan air fosil. Sumber air adalah wadah air yang
terdapat diatas dan dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini
akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. Sedangkan
pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai
kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas
tetap dalam kondisi ilmiahnya.
Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai
masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Klasifikasi mutu air
dittetapkan menjadi 4 kelas yaitu :
1.
Kelas
satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2.
Kelas
dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan tawar, peternakan, air untuk pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3.
Kelas
tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mansyaratkan mutu air dengan kegunaan tersebut.
4.
Kelas
empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air sama dengan kegunaan tersebut.
Pengertian kualitas lingkungan (perairan) adalah sebagai
faktor biofisika-kimia yang mempengaruhi kehidupan organisme perairan dalam
ekosistemnya. Air yang kita pergunakan harus memenuhi kualitas sesuai dengan
peruntukannya (Soemarwoto, 2001). Menurut Wardoyo (1981), perairan yang ideal
adalah perairan yang dapat mendukung organisme dalam menyelesaikan daur
hidupnya.
2.4
Macam- Macam Sumber Pencemaran Air
Sumber pencemaran air
antara lain sampah masyarakat, limbah industri, limbah pertanian dan limah
rumah tangga. Ada beberapa tipe polutan yang dapat merusak perairan yaitu;
bahan- bahan yang mengandung bibit penyakit, bahan- bahan yang banyak
membutuhakan oksigen untuk penguraiannya, bahan- bhan kimia organic dari
industri atau limbah pupuk pertanian, bahan- bahan yang tidak sediment, bahan-
bahan yang mengandung radioaktif dan panas.
Pembuangan sampah dapat
mengakibatkan kadar O2 terlarut dalam air semakin berkurang karena sebagian
besar dipergunakan oleh bakteri pembusuk. Pembuangan sampah organic maupun
anorganik yang dibuang kesungai terus- menerus, selain menemari air, terutama
di musim hujan akan mengakibatkan banjir.
Air adalah unsur alam
yang penting bagi mahluk hidup dengan sifat mengalir dan meresap. Apabila jalur
aliran- alirannya tersumbat akan mengakibatkan banjir. Pencemaran air terjadi
karena kurangnya rasa disiplian masyarakat, misalnya dalam kebersihan
lingkungan dan membuang sampah sembarangan.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam kehidupan sehari
– hari kita membutuhkan air yang bersih untuk minum, memasak, mandi, mencuci
dan kepentingan lainnya. Air yang kita gunakan harus berstandart 3B yaitu tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak beracun. Tetapi banyak kita lihat air yang
berwarna keruh dan berbau sering kali bercampur dengan benda – benda sampah
seperti plastik, sampah organic, kaleng dan sebagainnya. Pemandangan seperti
ini sering kita jumpai pada aliran sungai, selokan maupun kolam- kolam. Air
yang demikian disebut air kotor atau air yang tercemar. Air yang tercemar
mengandung zat- zat yang berbahaya yang dapat menyebabkan dampak buruk dan
merugikan kita bila di konsumsi. Namun bagi kita, khususnya masyarakat
pedesaan, sungai adalah sumber air sehari – hari untuk kelangsungan hidup.
Mereka kurang begitu peduli kandungan yang terdapat pada air tersebut.
Buangan
domestik, komersial, proses pembuatan makanan, dan industri merupakan sumber
yang mengandung bahan-bahan polutan yang cukup banyak, termasuk jenis bahan
pencemar organik seperti diperlihatkan pada tabel 1. Sebagian dari bahan
pencemar ini terutama zat-zat yang membutuhkan oksigen seperti minyak, gemuk,
dan beberapa padatan yang dikeluarkan dari proses pengolahan air primer dan
sekunder. Sedangkan bahan-bahan pencemaran lain seperti garam-garam,
logam-logam berat dan bahan-bahan organik yang tahan urai dapat dihilangkan
dengan efisiensi (Achmad, 2004).
No.
|
Komponen
(Konstituen)
|
Sumber
Potensial
|
Efek dalam
air
|
1
|
Zat-zat yang membutuhkan
oksigen
|
Bahan-bahan
organik terutama feses
|
Mengurangi
oksigen terlarut
|
2
|
Bahan
organik tidak terdegradasi
|
Buangan
industri, produk-produk rumah tangga
|
Toksik
terhadap kehidupan akuatik
|
3
|
Virus
|
Buangan
manusia
|
Menyebabkan
penyakit
|
4
|
Deterjen
|
Rumah tangga
|
Terganggunya
estetika, menghambat penghilangan minyak, tosksik terhadap kehidupan akualtik
|
5
|
Minyak dan
Lemak
|
Proses
pembuatan makanan dan limbah industri
|
Estetika,
berbahaya bagi kehidupan akuatik
|
6
|
Fosfat
|
Deterjen
|
Nutrisi bagi
ganggang
|
7
|
Garam-garam
|
Buangan
manusia, pelunakan air, limbah industri
|
Meningkatnya
salinitas
|
8
|
Logam berat
|
Limbah
industri
|
Toksisitas
|
9
|
Agen chelat
|
Laboratorium
kimia, beberapa deterjen, limbah industri
|
Pelarutan
logam berat transportasinya
|
10
|
Padatan
|
Semua sumber
|
Estetika,
kehidupan aakuatik
|
Sumber:
Manahan (1994) dalam Achmad (2004).
Suatu benda dapat
dikatakan polutan bila kadarnya melebihi batas normal, berada pada tempat dan
waktu yang tidak tepat. Polutan dapat berupa suara, panas, radiasi, debu, bahan
kimia, zat- zat yang dihasilkan makhluk hidup dan sebagainya. Adanya polutan
dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan lingkungan tidak dapat
mengadakan pembersihan sendiri ( regenerasi). Oleh karena itu, pencemarani
terhadap lingkungan perlu dideteksi secara dini dan ditangani segera.
3.1
Sifat fisikdan kimia perairan sungai
Air
adalah pelarut yang sangat baik bagi banyak bahan sehingga air merupakan media
transport utama bagi zat-zat makanan dan produk buangan atau sampah yang
dihasilkan oleh proses kehidupan. Hal ini mengakibatkan air di bumi tidak
pernah dijumpai dalam keadaan murni. Pencemaran air dapat ditunjukan oleh sifat
fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisika dan kimia badan air sangat
mempengaruhi kehidupan akuatik (Achmad, 2004).
3.2
Sifat fisika perairan
Menurut Mays (1996),
sifat-sifat atau karakteristik fisika air secara kualitatif ditentukan oleh
temperatur (suhu) melalui sentuhan; kecepatan arus, kekeruhan, dan padatan
tersuspensi melalui penglihatan serta rasa dan bau melalui perasa dan penciman.
Selanjutnya sifat fisika perairan ini dapat mempengaruhi sifat kimia maupun
biologis suatu perairan dan nilai manfaat dari perairan tersebut baik secara
langsung maupun tidak langsung (Wardoyo, 1981).
3.3
Suhu
Suhu normal
air bervariasi antara 0-35oC tergantung pada sumber, kedalaman, dan
musim. Suhu air mempengaruhi beberapa sifat dan karakteristik air seperti
densitas, viskositas, tegangan permukaan, kapasitas termal, entalphi, tekanan,
konduktivitas jenis, salinitas, dan kelarutan gas seperti oksigen dan karbon
dioksida. Kecepatan reaksi biasanya meningkat dua kali lipat jika suhu naik 30oC
(Mays, 1996).
Perubahan suhu akan mempengaruhi
proses kimia dan biologi. Perubahan suhu yang besar akan berakibat terhadap
kelangsungan hidup biota perairan seperti ikan dan lainnya. Baku mutu air yang
peruntukannya digunakan untuk pembudidayaan ikan, peternakan, dan pertanaman
tidak boleh melebihi kisaran ± 3oC dari kondisi alaminya.
3.4
Kekeruhan (turbiditas)
Kekeruhan adalah suatu ukuran dari sifat biasan cahaya
oleh air yang disebabkan oleh adanya padatan tersuspensi dan padatan koloid
dari suatu pencemar. Kekeruhan atau turbiditas berbanding terbalik dengan
kecerahan. Kekeruhan mendukung kehidupan mikroorganisme (Mays, 1996).
Sebaliknya air yang keruh kurang disukai oleh bentos disebabkan pengendapan
partikel tanah yang berlebihan. Kekeruhan juga menghambat penetrasi cahaya
secara mencolok sehingga menyebabkan penurunan aktivitas fotosintesis alga dan
fitoplankton. Akibatnya produktivitas perairan kan menurun (Wardoyo,1981).
3.5
Kebutuhan oksigen biokimia (BOD)
Biochemical
Oxygen Demand (BOD) menunjukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan organik
buangan dalam air (Wardoyo, 1981). Nilai BOD juga didefinikan sebagai kebutuhan
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme selama penghancuran bahan organik
dalam waktu tertentu pada suhu 20oC. Oksidasi biokimia ini merupakan
proses yang lambat dan secara teoritis memerlukan reaksi sempurna (95-99%) dalam
waktu 20 hari, sedangkan dalam waktu 5 hari seperti yang umum digunakan untuk
pengukuran BOD kesempurnaan oksidasinya mencapai 60-70%. Suhu 20oC
digunakan karena merupakan nilai rata-rata untuk daerah perairan arus lambat
didaerah iklim sedang dan mudah ditiru dalam inkubator. Namun sering terjadi
hasil yang berbeda pada suhu yang berbeda karena kecepatan reaksi biokimia
tergantung dari suhu (Achmad, 2004).
Nilai
BOD biasanya diukur dalam miligram oksigen per liter air. Air murni tersaturasi
dengan udara pada suhu 25oC mengandung 0,0085 gr atau 8,4 mg Oksigen
per liter air.
3.6
Oksigen Terlarut (Dissolved Oksigen)
Loha ni
(1981); Mays (1996) menyatakan bahwa oksigen terlarut yang sering disebut DO
adalah parameter hidrobiologis yang dianggap sangat penting karena
keberadaannya menentukan hidup matinya organisme. Selain itu dinamikanya
berkaitan dengan parameter yang lain. Organisme perairan tidak selalu nyaman
hidup pada air dengan kandungan oksigen tinggi. Air dengan oksigen terlarut
hingga 20% jenuh, bahkan dapat membahayakan organisme.
3.7
Nitrat dan Total Nitrogen (TN)
Senyawa nitrogen terdapat dalam
beberapa bentuk terlarut atau tersuspensi dalam air. Nitrogen dalam perairan
dapat berbentuk gas nitrogen (N2), yang berlipat ganda jumlahnya, nitrit (NO2),
nitrat (NO3), dan amoniak (NH4+). Nitrogen
memiliki peranan yang sangat penting dalam daur organik dalam menghasilkan
asam-asam amino yang membuat protein. Dalam hal ini jaringan organik yang mati
diurai oleh berbagai jenis bakteri, termasuk di dalamnya bakteri pengikat
nitrogen yang mengikat nitrogen molekuler menjadi bentuk-bentuk gabungan (NO2,
NO3, NH4) dan bakteri denitrifikasi yang melakukan
hal sebaliknya (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
3.8
Ortofosfat dan Total Fosfor (TP)
Di dalam perairan, fosfor berada dalam berbagai
senyawa-senyawa yang umum terdapat dalam senyawaan dengan unsur Fe, Al, dan Ca;
kekuatan ikatannya tergantung pada pH. Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999),
sebagai fosfor terdapat dalam senyawa organik seperti protein dan gula,
sebagian dalam butiran-butiran kalsium fosfat anorganik.
Ortofosfat (orthophosphate) adalah senyawa fosfat anorganik yang teramat
berlimpah dalam daur fosfor. Senyawa ini dihasilkan dari proses pemecahan
fosfat organik oleh bakteri dari pembusukan jaringan organik. Proses ini
relatif mudah dan sederhana dan sering terjadi di dalam kolam air sehingga
dihasilkan fosfor untuk diserap oleh tumbuh-tumbuhan. Hal ini berakibat bahwa
meskipun fosfor kadarnya jauh dibawah nitrogen, namun unsur ini mudah diperoleh
dari tempat yang tembus cahaya matahari.
3.9
Penyebab Pencemaran Air
Pencemaran air dapat
disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi. Sampah organik
seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada
air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat
berdampak parah terhadap seluruh ekosistem. Industri membuang berbagai macam
polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak,
nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang
dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam
air.Seperti limbah pabrik yg mengalir ke sungai seperti di sungai citarum
Pencemaran air oleh sampah.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1
Akibat Pencemaran Air
Terganggunya kehidupan
organisme air karena berkurangnya kandungan oksigen .Terjadinya ledakan
ganggang dan tumbuhan air, Pendangkalan dasar perairan, Tersumbatnya penyaring
reservoir, dan menyebabkan perubahan ekologi .Dalam jangka panjang
mengakibatkan kanker dan kelahiran cacat. Akibat penggunaan pestisida yang
berlebihan selain membunuh hama dan penyakit, juga membunuh serangga dan
makhluk yang berguna terutama predator. Kematian biota kuno, seperti plankton,
ikan bahkan burung, Dapat mengakibatkan mutasi sel kanker dan leukemia, Dapat
menyebabkan banjir, Erosi, Kekurangan sumber air, Tanah Longsor, Dapat merusak
Ekosistem sungai, Kerugian untuk Nelayan.
4.1.2
Penanggulangan Terjadinya Pencemaran Air
Untuk mencegah agar
tidak terjadi pencemaran air, dalam aktivitas kita dalam memenuhi kebutuhan
hidup hendaknya tidak menambah terjadinya bahan pencemar antara lain tidak
membuang sampah rumah tangga, sampah rumah sakit, sampah/limbah industri secara
sembarangan, tidak membuang ke dalam air sungai, danau ataupun ke dalam
selokan. Tidak menggunakan pupuk dan pestisida secara berlebihan, karena sisa
pupuk dan pestisida akan mencemari air di lingkungan tanah pertanian. Tidak
menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi
tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran
air.
Pencemaran air yang
telah terjadi secara alami misalnya adanya jumlah logam-logam berat yang masuk
dan menumpuk dalam tubuh manusia, logam berat ini dapat meracuni organ tubuh
melalui pencernaan karena tubuh memakan tumbuh-tumbuhan yang mengandung logam
berat meskipun diperlukan dalam jumlah kecil. Penumpukan logam-logam berat ini
terjadi dalam tumbuh-tumbuhan karena terkontaminasi oleh limbah industri.
Untuk menanggulangi agar tidak terjadi penumpukan logam-logam berat, maka
limbah industri hendaknya dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan.
Limbah industri sebelum
dibuang ke tempat pembuangan, dialirkan ke sungai atau selokan hendaknya
dikumpulkan di suatu tempat yang disediakan, kemudian diolah, agar bila
terpaksa harus dibuang ke sungai tidak menyebabkan terjadinya pencemaran air.
Bahkan kalau dapat setelah diolah tidak dibuang ke sungai melainkan dapat
digunakan lagi untuk keperluan industri sendiri.
Sampah padat dari rumah
tangga berupa plastik atau serat sintetis yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme dipisahkan, kemudian diolah menjadi bahan lain yang berguna,
misalnya dapat diolah menjadi keset. Sampah organik yang dapat diuraikan oleh
mikroorganisme dikubur dalam lubang tanah, kemudian kalau sudah membusuk dapat
digunakan sebagai pupuk.
Achmad, R.
2004. Kimia Lingkungan. ANDI. Yogyakarta.
Mays, L, W.
1996. Water Resources Handbook. McGraw-Hill. New York. San Fransisco.
Washington. Auckland. Lisbon. Bogota. Tokyo. Singapore.
Romimohtarto,
K. Dan S. Juwana. 1999. Biologi Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanografi-LIPI. Jakarta.
Wardoyo, S,
T,H. 1981. Kriteria Kualitas Air Sungai untuk Keperluan Pertanian dan
Perikanan. Makalah Training Amdal Kerjasama PPLH-UNDP-PUSDI-PSL-IPB 19-31.
Bogor.
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
No comments:
Post a Comment